Tumpangsari dan Monokultur, Lebih Untung yang Mana?

Kamu pernah dengar istilah monokultur dan polikultur? Jadi, didalam dunia pertanian, dua metode ini sering jadi pilihan para petani untuk bercocok tanam.

Keduanya memang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, jika mungkin kamu belum tau. Nah, tujuan kita kali ini adalah untuk mengetahui apa sih sebenarnya metode monokultur dan metode polikultur.

Serta bagaimana pengaruhnya terhadap hasil panen, kesuburan tanah, hingga kelestarian lingkungan.

Sebagai petani atau siapa pun yang tertarik dengan dunia pertanian, penting banget buat tahu mana metode yang cocok diterapkan sesuai kebutuhan. Karena itu, jika kamu penasaran akan perbedaan kedua metode ini, simak baik-baik penjelasan admin kali ini..

Apa Itu Metode Monokultur?

Kita mulai dari monokultur dulu ya, monokultur adalah metode pertanian di mana petani hanya menanam satu jenis tanaman di satu area lahan. Jadi, kalau kamu lihat hamparan sawah yang cuma ditanami padi atau ladang jagung yang isinya cuma jagung doang, itulah sistem tanam monokultur.

Metode ini sering dipilih oleh para petani, ya karena praktis. Dengan fokus pada satu jenis tanaman saja, petani bisa..

  1. Mengoptimalkan hasil panen:
    Teknik budidayanya lebih spesifik, dari pemupukan, pengairan, hingga pengendalian hama, semuanya bisa disesuaikan untuk satu jenis tanaman itu saja.
  2. Efisien dalam perawatan:
    Gak perlu ribet mikirin macam-macam jenis tanaman, karena semuanya seragam.

Tapi, tentu semua ada tantangannya sendiri. Salah satu yang paling sering dikeluhkan dari sistem ini adalah soal kejenuhan tanah.

Bayangin aja kalau tanah dipaksa terus-menerus menumbuhkan tanaman yang sama, lama-lama kandungan nutrisi yang dibutuhkan tanaman itu bakal kesedot habis. Makanya, petani yang pakai metode ini perlu sering-sering mengolah tanah, memupuk, bahkan menyemprot pestisida agar tanamannya tetap subur.

Belum lagi soal serangan hama. Karena hanya ada satu jenis tanaman, hama yang suka tanaman itu tentu bisa menyerang semuanya sekaligus.

Kalau nggak dikendalikan dengan baik, bisa-bisa panennya gagal total.

Apa Itu Metode Polikultur?

Kalau tadi monokultur fokus pada satu jenis tanaman, polikultur justru kebalikannya—yaitu menanam berbagai jenis tanaman sekaligus di satu area lahan. Metode ini juga sering dikenal dengan istilah tumpangsari.

Misalnya, kamu punya ladang kecil. Di satu sisi kamu tanami jagung, di sisi lain ada kacang tanah, dan di sudut lainnya ada ubi kayu.

Semuanya tumbuh bersama dalam satu lahan, tapi tetap diatur sedemikian rupa supaya nggak saling ganggu. Metode ini memiliki keunggulan diantaranya..

  1. Hama jadi bingung:
    Karena ada banyak jenis tanaman, hama nggak bisa berkembang biak dengan cepat. Kalau ada satu jenis tanaman yang diserang, tanaman lainnya tetap aman.
  2. Kesuburan tanah meningkat:
    Beberapa tanaman, seperti kacang-kacangan, bisa membantu memperkaya nitrogen dalam tanah yang bagus untuk keberlanjutan lahan.
  3. Panen beragam:
    Nggak cuma bergantung pada satu komoditas, kamu bisa panen berbagai jenis tanaman sekaligus. Kalau salah satu harga komoditas turun, kamu masih punya cadangan dari tanaman lain.

Tapi, ya namanya juga nggak ada yang sempurna, polikultur ini juga punya masalahnya sendiri. Salah satunya adalah persaingan antar tanaman.

Karena tumbuh di lahan yang sama, tanaman-tanaman ini sering berebut unsur hara, air, dan sinar matahari. Kalau nggak diatur dengan baik, bisa-bisa malah semuanya tumbuh kurang maksimal.

Selain itu, mengendalikan hama juga lebih ribet. Jenis hama yang menyerang lebih banyak, dan butuh strategi khusus buat ngatasin semuanya.

Perbedaan Tumpangsari dan Monokultur

Lalu, apa perbedaan dari tumpangsari (polikultur) dan monokultur. Keduanya punya cara masing-masing dalam bercocok tanam, dan tentunya berpengaruh pada hasil yang akan kamu dapatkan.

Berikut perbedaan diantara keduanya..

1. Efisiensi Penggunaan Lahan

Salah satu hal pertama yang bisa langsung kita rasakan perbedaannya adalah efisiensi penggunaan lahan.

a. Monokultur

Karena hanya menanam satu jenis tanaman di satu lahan, efisiensi penggunaan lahan jadi terbatas. Bayangin aja, kalau kamu cuma menanam padi di seluruh lahan sawah, ada kemungkinan ada beberapa bagian lahan yang nggak terpakai atau kurang optimal.

Selain itu, monokultur sering membutuhkan pengolahan tanah yang lebih intensif, seperti pemupukan dan pengairan yang rutin.

b. Tumpangsari (Polikultur)

Berbeda dengan monokultur, polikultur bisa memanfaatkan setiap sudut lahan dengan menanam berbagai jenis tanaman yang saling melengkapi. Misalnya, di satu petak lahan, kamu bisa menanam jagung, kacang tanah, dan cabai, yang semuanya membutuhkan perawatan dan kondisi yang berbeda.

Yang memungkinkan tanah untuk tetap subur karena setiap tanaman punya kebutuhan nutrisi yang berbeda, dan tanaman yang satu bisa mendukung tanaman yang lainnya.

2. Hasil Panen

Kalau bicara soal hasil panen, jelas ada perbedaan diantara kedua metode ini.

a. Monokultur

Di sini, kamu hanya akan memanen satu jenis tanaman dalam satu waktu. Kalau tanaman itu berhasil tumbuh dengan baik, hasil panennya bisa melimpah.

Misalnya, kalau kamu menanam padi, dan padi itu tumbuh dengan subur, hasil panen yang kamu dapatkan pasti banyak. Namun, kalau ada masalah seperti serangan hama atau penyakit, seluruh hasil panen bisa gagal.

Jadi, keuntungannya bisa besar, tapi risikonya juga tinggi.

b. Tumpangsari (Polikultur)

Berbeda dengan monokultur, polikultur memberikan hasil panen yang lebih beragam. Kamu bisa panen jagung, kacang tanah, dan cabai dalam satu musim.

Meskipun mungkin hasil dari masing-masing tanaman tidak sebanyak jika ditanam secara monokultur, kamu tetap bisa mendapatkan beragam hasil yang bisa mengurangi risiko kerugian. Kalau satu jenis tanaman gagal, tanaman lainnya masih bisa memberikan hasil panen.

3. Populasi Tanaman dan Keberagaman Ekosistem

a. Monokultur

Karena hanya menanam satu jenis tanaman, populasi tanaman dalam satu lahan tentu seragam. Hal ini memudahkan petani dalam merawat tanaman tersebut karena seluruh tanaman membutuhkan perawatan yang hampir sama.

Namun, ekosistemnya jadi lebih rentan. Hama atau penyakit yang menyerang satu tanaman bisa dengan cepat menyebar ke seluruh lahan karena tanaman yang ditanam seragam.

b. Tumpangsari (Polikultur)

Di sini, keberagaman tanaman membuat ekosistem menjadi lebih stabil. Setiap jenis tanaman memiliki karakteristik dan perlakuan yang berbeda, sehingga hama yang menyerang satu tanaman tidak langsung merusak semua tanaman di lahan tersebut.

Dengan keberagaman tanaman, juga lebih mudah menjaga keseimbangan antara tanaman dan alam sekitar, misalnya dengan memanfaatkan tanaman penutup tanah yang bisa mencegah erosi.

4. Serangan Hama dan Penyakit

Kedua metode ini sangat dipengaruhi oleh bagaimana hama dan penyakit dapat berkembang di lahan.

a. Monokultur

Salah satu kekurangan besar dari monokultur adalah risiko ledakan hama. Kalau satu jenis tanaman diserang oleh hama, kemungkinan besar seluruh tanaman di lahan tersebut akan diserang.

Misalnya, kalau ada hama wereng yang menyerang padi, seluruh ladang padi bisa rusak dalam waktu singkat. Hal ini sering membuat petani monokultur harus sering mengandalkan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit, yang tentu saja bisa berisiko bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

b. Tumpangsari (Polikultur)

Dengan tumpangsari, serangan hama memang lebih beragam, namun karena ada banyak jenis tanaman yang tumbuh bersama, hama pun lebih sulit berkembang biak dengan cepat. Bahkan, beberapa tanaman dalam polikultur bisa saling melindungi dari hama.

Misalnya, tanaman kacang tanah bisa menarik serangga tertentu yang tidak menyerang tanaman lain, atau tanaman penutup tanah bisa menghalangi serangga pemangsa. Jadi, meskipun ada potensi serangan hama, pola tumpangsari lebih aman dari risiko kerusakan besar pada seluruh lahan.

5. Kesulitan Dalam Perawatan

Nah, masalah perawatan juga jadi hal yang harus diperhatikan.

a. Monokultur

Perawatan lahan monokultur lebih sederhana, karena semua tanaman yang ditanam membutuhkan perlakuan yang sama. Jadi, petani bisa menggunakan satu metode yang sama untuk pemupukan, pengairan, dan pengendalian hama.

Yang tentu bisa menghemat waktu dan tenaga.

b. Tumpangsari (Polikultur)

Untuk polikultur, perawatan lahan lebih rumit karena setiap tanaman mungkin memerlukan cara perawatan yang berbeda. Misalnya, tanaman jagung butuh lebih banyak air, sementara kacang tanah bisa lebih tahan dengan sedikit air.

Pengaturan jadwal pemupukan, penyiraman, dan pengendalian hama juga harus lebih terencana dan hati-hati supaya tidak ada tanaman yang terganggu.

6. Keberlanjutan Pertanian

Kalau bicara soal keberlanjutan, jelas polikultur punya nilai lebih.

a. Monokultur

Metode ini bisa menghasilkan panen yang melimpah dalam waktu singkat, tapi dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan tanah dan penurunan kualitas lingkungan. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan juga bisa merusak ekosistem tanah dan air.

b. Tumpangsari (Polikultur)

Sebaliknya, polikultur lebih mendukung pertanian berkelanjutan. Tanaman yang bervariasi bisa menjaga keseimbangan ekosistem dan meningkatkan kesuburan tanah.

Tanaman yang berbeda-beda saling melengkapi kebutuhan hara tanah, dan secara tidak langsung mencegah kerusakan alam.

Tumpangsari dan Monokultur, Lebih Untung yang Mana?

Lalu, lebih untung yang mana sih? Mending tumpangsari atau monokultur? Jawabannya tentu sangat bergantung pada situasi dan kondisi masing-masing ya, jadi gak bisa langsung admin jawab.

Kalau kamu ingin hasil yang cepat dan tidak keberatan dengan perawatan intensif, monokultur bisa jadi pilihan yang menguntungkan. Namun, kalau kamu lebih mengutamakan keberlanjutan, keberagaman hasil panen, dan perlindungan terhadap lingkungan, polikultur jelas lebih menguntungkan dalam jangka panjang.

Setiap metode punya tempat dan waktu yang tepat. Jadi, sebelum memilih metode mana yang akan diterapkan, pastikan untuk mempertimbangkan berbagai faktor—mulai dari jenis tanah, iklim, hingga tujuan jangka panjang yang ingin dicapai.

Keduanya sama-sama bisa menguntungkan, asal tahu cara dan strategi yang tepat dalam penerapannya.