Halo teman-teman petani, pecinta tanaman, dan pejuang cabai sejati di seluruh Nusantara!
Kalau kamu saat ini sedang gelisah karena melihat tanaman cabaimu tiba-tiba lemas, daunnya lunglai kayak habis kehujanan, lalu perlahan-lahan menguning, rontok, dan akhirnya mati—wah, kamu nggak sendirian. Menjelang akhir bulan September ini, memang banyak laporan dari lapangan soal meningkatnya kasus penyakit layu alias wilt yang menyerang tanaman cabai. Serangannya tuh masif, cepat, dan bikin stres banget.
Tapi sebelum panik atau langsung nyalahin pupuk, cuaca, atau bahkan benih, yuk kita pahami dulu: apa sih sebenarnya penyakit layu itu?
Apa itu Penyakit Layu (Wilt)?
Secara umum, penyakit layu pada tanaman cabai disebabkan oleh dua hal yaitu, faktor fisiologis dan faktor non fisiologis.
Pertama admin jelaskan dulu faktor fisiologis, jenis layu yang disebabkan oleh kondisi lingkungan, khususnya kekurangan air. Kejadian ini biasanya muncul di musim kemarau atau pas telat nyiram tanaman.
Tanaman yang kekurangan air akan langsung menunjukkkan gejala layu, terutama di siang hari. Tapi kalau penyebabnya cuman karena kurang air, cukup kasih siraman yang cukup—besok pagi tanamannya bisa segar kembali.
Sedangkan yang kedua inilah yang jadi PR besar bagi para petani, layu karena faktor non fisiologis yang disebabkan adanya serangan patogen. Serangan ini sering kali menyerang bagian akar atau pangkal batang dengan dampak yang jauh lebih serius.
Karena patogen menyerang sistem vital tanaman, proses penyerapan air dari akar ke daun, fotosintesis, hingga distribusi nutrisi di seluruh bagian tanaman jadi terganggu. Alhasil, tanaman gak bisa bertahan dan akhirnya mati perlahan.
Repotnya lagi jenis patogen penyebab layu pada cabai ada banyak, bisa jadi dari bakteri, jamur, atau nematoda. Sayangnya, di lapangan masih banyak petani yang menyimpulkan secara umum bahwa layu cuma disebabkan oleh bakteri atau jamur Fusarium saja.
Padahal, masing-masing patogen memiliki karakter dan gejala tersendiri. Maka dari itu, penting bagi setiap petani mendeteksi jenis patogen berdasarkan gejalanya.
Intinya, penyakit layu pada cabai bukanlah masalah sepele. Salah-salah diagnosis dan penanganan, tentu bisa berakibat ke satu lahan gagal panen total.
4 Jenis Patogen Penyebab Penyakit Layu (Wilt) pada Tanaman Cabai
Seperti yang sudah admin singgung tadi, layunya tanaman cabai tak hanya karena kekurangan air atau kepanasan aja, tapi juga bisa disebabkan oleh beberapa patogen yang menyerang. Ada empat jenis patogen yang paling sering membuat tanaman cabai jadi layu.
Berikut penjelasannya lengkap..
1. Bakteri Ralstonia solanacearum
Bakteri Ralstonia solanacearum termasuk ke dalam golongan soil-borne pathogen, alias patogen yang tinggalnya di tanah dan berkembang biak dengan leluasa di situ. Cara kerja bakteri ini adalah dengan mengeluarkan enzim yang membuat area perakaran tanaman jadi busuk, hingga akhirnya tanaman pun layu perlahan.
Gejala Serangan
Awalnya mungkin belum kelihatan—mula-mula daunnya layu di siang hari, tapi begitu sore hari segar lagi. Tapi inilah tahap awal dari gejalanya, lama-kelamaan tanaman bakal terus layu, bahkan pagi dan sore pun tetep lemes.
Daunnya menguning, rontok satu per satu, hingga akhirnya tanaman jadi mati total. Kalau kamu penasaran, ada cara simpel untuk mengidentifikasinya.
Ambil batang tanaman yang layu, belah bagian tengahnya, lalu celupkan ke dalam air. Kalau muncul cairan kuning kecoklatan, itulah tandanya tanaman cabai kamu diserang Ralstonia.
Inilah gejala khas yang ditimbulkan dari serangan bakteri. Kamu gak akan nemuin lendir semacam itu kalau penyebabnya jamur Fusarium, nematoda, atau karena kekeringan biasa.
Penyebaran
Jenis patogen ini bisa menyebar lewat berbagai jalur, diantaranya..
- Tanah
- Aliran air (bisa nyebar lewat irigasi)
- Benih (pas proses penanaman)
- Alat berkebun & tangan (kalau habis pegang tanaman terinfeksi, terus megang tanaman sehat, bisa tertular juga)
Cara Pengendalian
- Hindari luka di bagian akar atau batang, karena disitulah pintu masuk bagi si bakteri.
- Lakukan rotasi tanaman, jangan nanam cabai terus-menerus. Ganti dulu dengan tanaman yang bukan satu famili, misalnya jagung atau kacang-kacangan.
- Atur sistem drainase dengan baik, jangan sampai menimbulkan genangan air.
- Gunakan Trichoderma sp, agen hayati yang ampuh membasmi patogen tanah.
- Kalau terpaksa, bisa pakai bakterisida kimia seperti Streptomisin Sulfat atau Dazomet (Basamid GR).
2. Jamur Fusarium sp
Sedangkan jamur jenis ini menyerang jaringan xilem alias pipa saluran air di dalam tanaman. Akibatnya, air dari akar gak bisa naik ke atas, dan tanaman pun jadi lemas dan layu karena tak adanya pasokan air dari akar.
Biasanya, jamur ini masuk ke akar yang ada lukanya dan berkembang pesat di tanah yang asam (pH 4,5–6,0) dan suhu sekitar 28°C.
Gejala Serangan
Ciri-cirinya bisa terlihat dari daun yang memucat, terutama dari tulang daunnya, lalu menyebar ke seluruh bagian tanaman. Layu pun mulai menjalar dan akhirnya tanaman mati.
Bedanya sama bakteri, Fusarium tak meninggalkan lendir. Tapi kalau batangnya dibelah, akan kelihatan jaringan xilem yang kecoklatan.
Penyebaran
- Lewat tanah
- Air (terlebih genangan)
- Udara (sporanya bisa terbawa angin)
- Alat & tangan juga bisa jadi media penyebaran
Cara Pengendalian
- Perbaiki sistem pengairan dulu, jangan tiba-tiba nyiram air banyak, karena akan menyebabkan akar trauma.
- Rotasi tanaman wajib.
- Cabut dan buang jauh-jauh tanaman yang terinfeksi (eradikasi), jangan biarkan jadi sumber penularan.
- Lakukan pengapuran agar pH tanah naik ke level netral, karena jamur ogah hidup di tanah netral.
- Gunakan Trichoderma sp.
- Bisa juga semprot atau kocor fungisida berbahan Benomil atau Tembaga Hidroksida, terutama pas tanaman mulai berbunga sampai berbuah.
3. Jamur Phytophthora capsici
Kalau cuaca sedang basah dan tanah lembab, kamu patut waspadai serangan Phytophthora capsici. Jamur ini tak hanya membuat busuk batang dan daun, tapi juga bisa menghancurkan akar.
Serangannya pun sangat cepat kalau kondisinya mendukung.
Gejala Serangan
Akar tanaman yang terserang jadi busuk dan warnanya coklat kehitaman. Pangkal batang terlihat seperti disiram air panas, warnanya jadi kehitaman juga.
Daun dan buah pun bisa ikut rusak kalau penyebarannya sudah parah.
Penyebaran
- Lewat tanah
- Air (terlebih jika sistem irigasi gak bersih)
- Udara (sporanya terbawa angin)
- Alat, sepatu, bahkan tangan
Cara Pengendalian
- Gunakan varietas cabai yang tahan terhadap Phytophthora.
- Lakukan rotasi tanaman seperti biasanya.
- Jangan lupa pengapuran guna menaikkan pH tanah.
- Bersihkan lahan secara berkala, tanaman yang terkena harus dicabut dan dibuang jauh.
- Bisa makai fungisida sistemik berbahan Dimetomorf atau Metalaksil, dikocorkan saat fase kritis (sebelum berbunga dan saat berbuah).
4. Nematoda Meloidogyne
Berbentuk kecil gak sampai 0,5 mm, tapi efeknya luar biasa merugikan. Meloidogyne menyerang akar dan menimbulkan benjolan alias bintil akar yang menghambat penyerapan nutrisi dan air.
Gejala Serangan
Tanaman tumbuh kerdil, daunnya pucat kekuningan, dan kalau kamu gali akarnya, akan kelihatan ada bintil-bintilnya.
Penyebaran
- Tanah
Cara Pengendalian
- Olah tanah dengan baik, bisa juga direndam air selama beberapa minggu agar nematoda mati sebelum tanam.
- Gunakan varietas yang resisten terhadap nematoda.
- Aplikasikan nematisida seperti Karbofuran atau Dazomet (Basamid GR) ke tanah sebelum tanam.
Penutup
Oke guys, mungkin itu yang bisa admin bagikan kali ini terkait berbagai jenis patogen penyebab penyakit layu pada tanaman cabai. Tentu sekarang kamu jadi tahu kan, bahwa penyebab tanaman cabai layu bukan karena kurangnya kamu dalam penyiraman, tapi juga adanya serangan hama.
Setidaknya, mengenali gejala dan mendeteksi sejak dini untuk penanganan lebih lanjut adalah hal yang penting. Karena tentu kita menginginkan hasil panen cabe jadi maksimal.